bundar...
pudar...
dia tak mau bilang apa yang mencengkam jiwa usangnya...
"biar.."
katanya "biar..."
wahai ayahanda berhentilah walau sebentar...
dan renungkan mataku yang melaut...
khabarkan yang jujur dan ujar apa yang menyerabut...
wahai ayahanda bercukuplah menggagah tulang rapuhmu...
akukan lemahmu...
perikan penatmu...
kisahkan jerihmu...
aku mau tau...
mata tua yang bagai ada sakti dewa-dewi itu...
harum...
senyum...
dipukaukan aku nan terus terpana dan terdiamkan...
"biar..."
katanya "biar..."
wahai ayahanda bisikkanla walau sekali...
izinkan aku menumpang bahu...
berikan aku seperca dari beban kamu...
wahai ayahanda lihatkanlah aku berlari kini...
melompat tinggi...
setiapnya kerna kau tak pernah pergi...
apa masih ingat lagi aku suka lari-lari ?
kau bagaikan tak peduli ku biar kau patah hati...
apa masih tidak lupa tengking jerit sama-sama ?
makan tak mahu semeja...
sahabat lebih berharga...
apa kau mampu sudikan ampun maaf kusujudkan ?
bisa tidak kau teruskan kusesat kau tunjuk jalan...
apa layak aku bagi ?
tak terbalas sampai mati...
kau sungguh yang paling tinggi...
istanamu syurga nanti...
mati kau mencari rezeki...
ayahanda beta...
kekasih beta...
untuk ayah
lelaki pertama yang aku cinta
lelaki paling sempurna dalam dunia
lelaki yang tak pernah memecahkan hati perempuan ini
malah mempeliharanya sehingga mati
0 comments:
Catat Ulasan